Abstrak
Salah satu fungsi perbankan adalah
sebagai agent of development. Fungsi ini mewajibkan bank untuk memberikan
pelayanan dengan tujuan terciptanya stabilitas pembangunan negara dan
kesejateraan masyarakat. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan
program pemberian kredit kepada nasabah sektor usaha kecil dan
menengah. Permasalahan yang diangkat adalah mengenai
proses pelaksanaan pemberian kredit kepada nasabah yang memiliki
sektor usaha kecil dan menengah di Bank Sumsel Cabang Baturaja serta hambatan-hambatan
apa saja yang terjadi dan cara mengatasi hambatanhambatan tersebut. Tujuan yang
ingin dicapai adalah mengkaji bagaimana pelaksanaan pemberian kredit terhadap
usaha kecil dan menengah serta mengkaji hambatan-hambatan yang terjadi
dalam pelaksanaan pemberian kredit serta cara mengatasinya. Metode
penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan yuridis empiris,
spesifikasi penelitian dengan menggunakan metode deskriptif analitis
berdasarkan sumber data primer dan sekunder yang didapat dari studi
kepustakaan dan studi lapangan yang akan diteliti dengan analisis kualitatif.Pelaksanaan
pemberian kredit diawali dengan permohonan kredit yang akan dianalisis
oleh bank dengan tahap-tahap yang telah ditetapkan dalam Buku Pedoman
Perkreditan Bank Sumsel Cabang Baturaja yaitu pengumpulan data, verifikasi
data, analisis laporan keuangan dan aspek perusahaan lainnya, analisis
proyeksi keuangan, evaluasi kebutuhan keuangan dan struktur fasilitas
kredit yang hasilnya akan menjadi dasar bagi bank untuk menyetujui atau
menolak. Hambatan yang terjadi adalah timbulnya kredit macet yang dapat
diselesaikan dengan rescheduling, reconditioning, restructuring dan
penyitaan jaminan oleh bank. Saran yang dapat diberikan adalah bantuan
dari para praktisi hukum dalam membantu masyarakat untuk mengetahui seluk
beluk mengenai kredit. Serta peran pemerintah dengan cara
memperbanyak penyuluhan seputar kredit yang diperuntukkan bagi pengusaha
kecil dan menengah sebagai upaya pengembangan dan peningkatan perekonomian
rakyat.
rakyat.
Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi
nasional, oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan
tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam
krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana
banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti
aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh
dalam menghadapi krisis tersebut. Mengingat pengalaman yang telah dihadapi
oleh Indonesia selama krisis, kiranya tidak berlebihan apabila pengembangan
sektor swasta difokuskan pada UKM, terlebih lagi unit usaha ini seringkali
terabaikan hanya karena hasil produksinya dalam skala kecil dan belum mampu
bersaing dengan unit usaha lainnya.Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian
yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih
kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah ke depan perlu
diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan
perannya dalam memberdayakan UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang
saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya.
Landasan
Teori
Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu
ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000
tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan
Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi
rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan
kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha
yang tidak sehat.”
1. Kriteria usaha kecil
Kriteria
usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah
sebagai berikut:
1.
Memiliki
kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2.
Memiliki
hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah)
3.
Milik
Warga Negara Indonesia.
4.
Berdiri
sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak
dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan
Usaha Menengah atau Usaha Besar.
5.
Berbentuk
usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan
usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
Bagai mana cara
memulai usaha yang yang notabe nya wilayah di pedesaan tapi tidak ada modal
untuk memeulai usaha yang ada cuma semangat untuk maju untuk menciptakan
lapangan pekerjaan di kampung untuk mengurani tingkat pengangguran yang ada di
desa / kampung dan tidak harus merantau ke kota.
2. Hubungan UKM dan ekonomi Indonesia
Di Indonesia, UKM
adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Jumlah UKM hingga 2011 mencapai
sekitar 52 juta. UKM di Indonesia sangat penting bagi ekonomi karena menyumbang
60% dari PDB dan
menampung 97% tenaga kerja. Tetapi akses ke lembaga keuangan
sangat terbatas baru 25% atau 13 juta pelaku UKM yang mendapat akses ke lembaga
keuangan. Pemerintah Indonesia, membina UKM melalui Dinas Koperasi dan UKM, di
masing-masing Provinsi atau Kabupaten/Kota.
3. Pajak bagi UKM
Menteri Koperasi
dan UKM Syarifuddin Hasan mengatakan Pemerintah akan
menarik pajak bagi sektor UKM beromzet Rp300 juta hingga Rp4 miliar per tahun.
Hal tersebut akan dilaksanakan karena pemerintah mengakui membutuhkan uang
untuk proyek infrastruktur.
Pembahasan
A. Kondisi
UKM diIndonesia Saat Ini
Sektor ekonomi UKM yang
memiliki proporsi unit usaha terbesar berdasarkan statistik UKM tahun 2004-2005
adalah sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; Perdagangan,
Hotel dan Restoran; Industri Pengolahan; Pengangkutan dan Komunikasi; serta Jasa.
Sedangkan sektor ekonomi yang memiliki proporsi unit usaha terkecil secara
berturut-turut adalah sektor Pertambangan dan Penggalian; Bangunan; Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan; sertaListrik, Gas dan Air Bersih. Secara
kuantitas, UKM memang unggul, hal ini didasarkan pada fakta bahwa sebagian
besar usaha di Indonesia (lebih dari 99 %) berbentuk usaha skala kecil dan
menengah (UKM). Namun secara jumlah omset dan aset, apabila keseluruhan omset
dan aset UKM di Indonesia digabungkan, belum tentu jumlahnya dapat menyaingi
satu perusahaan berskala nasional. Data-data tersebut menunjukkan bahwa UKM
berada di sebagian besar sektor usaha yang ada di Indonesia. Apabila mau
dicermati lebih jauh, pengembangan sektor swasta, khususnya UKM, perlu untuk
dilakukan mengingat sektor ini memiliki potensi untuk menjaga kestabilan
perekonomian, peningkatan tenaga kerja, meningkatkan PDB, mengembangkan dunia
usaha, dan penambahan APBN dan APBD melalui perpajakan.
B. Pengembangan
Sektor UKM
Pengembangan terhadap
sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi perlu untuk
dilakukan. UKM memiliki peran penting dalam pengembangan usaha di Indonesia.
UKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar. “Hampir semua usaha
besar berawal dari UKM. Usaha kecil menengah (UKM) harus terus ditingkatkan (up
grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan perusahaan besar. Jika
tidak, UKM di Indonesia yang merupakan jantung perekonomian Indonesia tidak
akan bisa maju dan berkembang. Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan
UKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan langkah yang harus
diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UKM
sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama
dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga
sangat penting terkait dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi
pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait
dengan ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari
dalam maupun luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan.Pemerintah pada
intinya memiliki kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal masalah klasik yang
kerap kali menerpa UKM, yakni akses pasar, modal, dan teknologi yang selama ini
kerap menjadi pembicaraan di seminar atau konferensi. Secara keseluruhan,
terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengembangan
terhadap unit usaha UKM, antara lain kondisi kerja, promosi usaha baru, akses
informasi, akses pembiayaan, akses pasar, peningkatan kualitas produk dan SDM,
ketersediaan layanan pengembangan usaha, pengembangan cluster, jaringan bisnis,
dan kompetisi. Perlu disadari, UKM berada dalam suatu lingkungan yang kompleks
dan dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak
mempertimbangkan pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas. Konsep pembangunan
yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM)
sehingga upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial,
melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan
dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi (terutama pengembangan
dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi
terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UKM. Saat ini, Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berencana untuk menciptakan 20 juta usaha
kecil menengah baru tahun 2020. Tahun 2020 adalah masa yang menjanjikan begitu
banyak peluang karena di tahun tersebut akan terwujud apa yang dimimpikan para
pemimpin ASEAN yang tertuang dalam Bali Concord II. Suatu komunitas ekonomi
ASEAN, yang peredaran produk-produk barang dan jasanya tidak lagi dibatasi
batas negara, akan terwujud. Kondisi ini membawa sisi positif sekaligus negatif
bagi UKM. Menjadi positif apabila produk dan jasa UKM mampu bersaing dengan
produk dan jasa dari negara-negara ASEAN lainnya, namun akan menjadi negatif
apabila sebaliknya. Untuk itu, kiranya penting bila pemerintah mendesain
program yang jelas dan tepat sasaran serta mencanangkan penciptaan 20 juta UKM
sebagai program nasional.
C. Permasalahan
yang dihadapi UKM
Pada umumnya,
permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM),
antaralainmeliputi:
1.
Faktor Internal
a. Kurangnya
Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan
untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena
pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan
yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya
sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan
lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang
diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan
terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua
UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.Terkait dengan
hal ini, UKM juga menjumpai kesulitan dalam hal akses terhadap sumber
pembiayaan. Selama ini yang cukup familiar dengan mereka adalah mekanisme
pembiayaan yang disediakan oleh bank dimana disyaratkan adanya agunan. Terhadap
akses pembiayaan lainnya seperti investasi, sebagian besar dari mereka belum
memiliki akses untuk itu. Dari sisi investasi sendiri, masih terdapat beberapa
hal yang perlu diperhatikan apabila memang gerbang investasi hendak dibuka
untuk UKM, antara lain kebijakan, jangka waktu, pajak, peraturan, perlakuan,
hak atas tanah, infrastruktur, dan iklim usaha.
b. KualitasSumberDayaManusia(SDM)
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional
dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM
usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan
keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya,
sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu
dengan keterbatasan kualitas SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk
mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk
yang dihasilkannya.
a)
Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi
Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha
keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi
pasar yang rendah, ditambah lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat
terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha
besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan
teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.
b)
Mentalitas PengusahaUKM
Hal penting yang seringkali pula terlupakan dalam
setiap pembahasan mengenai UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha
UKM itu sendiri. Semangat yang dimaksud disini, antara lain kesediaan terus
berinovasi, ulet tanpa menyerah, mau berkorban serta semangat ingin mengambil
risiko. Suasana pedesaan yang menjadi latar belakang dari UKM seringkali
memiliki andil juga dalam membentuk kinerja. Sebagai contoh, ritme kerja UKM di
daerah berjalan dengan santai dan kurang aktif sehingga seringkali menjadi
penyebab hilangnya kesempatan-kesempatan yang ada.
c)
KurangnyaTransparansi
Kurangnya transparansi antara generasi awal
pembangun UKM tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan
yang disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya
menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi
penerus dalam mengembangkan usahanya.
1.
FaktorEksternal
a.
Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
dari tahun ke tahun selalu dimonitor dan dievaluasi perkembangannya dalam hal
kontribusinya terhadap penciptaan produk domestik brutto (PDB), penyerapan
tenaga kerja, ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan
investasi usaha kecil dan menengah melalui pembentukan modal tetap brutto
(investasi). Keseluruhan indikator ekonomi makro tersebut selalu dijadikan
acuan dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan UKM serta menjadi indikator
keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah dilaksanakan pada tahun
sebelumnya. Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun
dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya
kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang
sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha
besar.Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah mendapatkan perijinan untuk
menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai banyaknya
prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah, ditambah lagi dengan
jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak terkait dengan kebijakan
perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil seperti UKM
tetapi lebih mengakomodir kepentingan dari para pengusaha besar.
b.
Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka
miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya
sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang UKM kesulitan dalam
memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan karena mahalnya
harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis.
c.
Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal
dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala juga bagi UKM karena menambah
pengeluaran yang tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun dapat
berulang kali secara periodik, misalnya setiap minggu atau setiap bulan.
d.
Implikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004,
kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat
setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis
kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika
kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM.
Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi
yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di
daerah tersebut.
e.
Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku
Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan
menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau
UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien,
serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan
standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000),
dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering
digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff
Barrier for Trade). Untuk itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing
baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.
f.
Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri
atau karakteristik sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajian dengan
ketahanan yang pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan UKM
Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama.
g.
Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang
dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional
maupun internasional.
h.
Terbatasnya Akses Informasi
Selain akses pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan
dalam hal akses terhadap informasi. Minimnya informasi yang diketahui oleh UKM,
sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa
dari unit usaha UKM dengan produk lain dalam hal kualitas. Efek dari hal ini
adalah tidak mampunya produk dan jasa sebagai hasil dari UKM untuk menembus
pasar ekspor. Namun, di sisi lain, terdapat pula produk atau jasa yang
berpotensial untuk bertarung di pasar internasional karena tidak memiliki jalur
ataupun akses terhadap pasar tersebut, pada akhirnya hanya beredar di pasar
domestik.
D. Langkah
yang Sudah Ditempuh
Sesungguhnya
pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan untuk pemberdayaan UKM, terutama
lewat kredit bersubsidi dan bantuan teknis. Kredit program untuk pengembangan
UKM bahkan dilakukan sejak 1974. Kredit program pertama UKM, Kredit Investasi
Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), yang menyediakan kredit
investasi dan modal kerja permanen, dengan masa pelunasan hingga 10 tahun, dan suku
bunga bersubsidi. Setelah deregulasi perbankan pada 1988, kredit UKM dengan
bunga bersubsidi secara berangsur dihentikan, diganti dengan kredit bank komersial.
Selain itu, donor internasional juga menyusun kredit program investasi bagi UKM
dalam mata uang rupiah. Antara 1990 dan 2000, Bank Indonesia mendanai berbagai
kredit program dengan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), yang dapat
dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit
Pemilikan Rumah Sederhana/Sangat Sederhana (KPRS/SS), dan Kredit Usaha Kecil
dan Mikro yang disalurkan melalui koperasi dan bank perkreditan rakyat. Selain
itu, NPWP sebagai prasyarat pengajuan kredit di Perbankan juga telah
dihapuskan, dimana hal ini memberikan peluang dan kesempatan yang lebih besar
bagi kita untuk mengakses modal dari sisi perbankan. Selain peran dari
Pemerintah, dunia akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga penelitian,
juga telah melakukan beberapa kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan UKM.
Salah satu diantaranya adalah program GTZ-RED yang diadakan atas dukungan
GOPA/Swisscontact yang telah berjalan sejak tahun 2003. Program ini bergerak
langsung ke daerah-daerah dengan menggunakan metode enabling environment dengan
fokus pada Business Climate Survey (BCS) dan Regulatory Impact Assessment (RIA)
yang dilakukan oleh Technical Assisstance (TA). Tim TA ini dimotori oleh Center
for Micro and Small Enterprise Dynamics (CEMSED) Universitas Satya Wacana. Tim
ini telah melakukan survey, pelatihan, workshop terhadap UKM di daerah-daerah,
menciptakan jaringan dengan seluruh pihak terkait UKM termasuk Pemerintah
Daerah, serta membuat daftar Peraturan Daerah yang perlu untuk diperbaiki.
E. Langkah
yang Dapat Ditempuh
Dengan mencermati
permasalahan yang dihadapi oleh UKM dan langkah-langkah yang selama ini telah
ditempuh, maka kedepannya, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:
1.
Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang
kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha
serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2.
Bantuan Permodalan
Pemerintah perlu memperluas skema kredit khusus
dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu
peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal,
sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal
ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro
(LKM) yang ada maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI
unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sampai saat ini, BRI memiliki
sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah
tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong
pengembangan LKM agar dapat berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non
koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
3.
Perlindungan Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha
tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan
perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan
pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).
4.
Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu
antar UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di
luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Selain itu,
juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien.
Dengan demikian, UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku
bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
5.
Pelatihan
Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
6.
Membentuk Lembaga Khusus
Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung
jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya
penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka
mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM.
7.
Memantapkan Asosiasi
Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk
meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha
yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.
8.
Mengembangkan Promosi
Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM
dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan
produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu, perlu juga diadakan talk show
antara asosiasi dengan mitra usahanya.
9.
Mengembangkan Kerjasama yang Setara
Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi
antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai
isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.
10. Mengembangkan
Sarana dan Prasarana
Perlu adanya pengalokasian tempat usaha bagi UKM di
tempat-tempat yang strategis sehingga dapat menambah potensi berkembang bagi
UKM tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan
surat edaran nomor 13/5/DPNP tanggal 8 februari 2011 perihal Transparansi
Informasi Bunga Dasar Kredit (SBDK) (prime lending rate), “SBDK adalah bunga
terendah yang digunakan sebagai dasar bagi bank dalam menentukan bunga kredit
yang dikenakan kepada nasabah bank.” Perhitungan SBDK merupakan hasil perhitungan dari tiga komponen, yakni perhitungan
harga pokok dana untuk kredit (HPDK), lalu biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian kredit, serta margin keuntungan (profit margin) yang
ditetapkan untuk aktivitas perkreditan, namun belum memperhitungkan komponen premi risiko individual nasabah bank. Perhitungan SBDK yang dilaporkan adalah dalam nilai
rupiah. dimana untuk saat ini, laporan tersebut hanya berlaku untuk SBDK kredit
korporasi, kredit ritel dan kredit kepemilikan rumah (KPR) dan Non KPR. Suku bunga dasar kredit (SBDK) belum memperhitungkan komponen premi risiko yang besarnya tergantung
dari penilaian bank terhadap risiko masing-masing debitur. Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK. Suku bunga yang dibebankan pada debitor (lending
rate) adalah penjumlahan dari SBDK ditambah dengan premi risiko. Sedangkan SBDK
terdiri atas tiga komponen yaitu angka akhir hasil penjumlahan harga pokok dana untuk kredit (HPDK), biaya overhead yang dikeluarkan
bank dalam proses pemberian kredit, dan marjin keuntungan (profit margin). Adapun premi risiko merepresentasikan penilaian bank terhadap prospek pelunasan kredit oleh calon debitur yang antara
lain mempertimbangkan kondisi
keuangan debitur, jangka waktu kredit dan prospek usaha yang dibiayai.
Daftar Pustaka
KABAR BAIK!!! KABAR BAIK!!! KABAR BAIK!!!
BalasHapusNama saya Liliyana. Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman agar sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirimkan dokumen perjanjian palsu kepada Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka iseng, karena mereka kemudian akan bertanya pembayaran biaya lisensi atau biaya registrasi dan biaya transfer, jadi berhati-hatilah dengan perusahaan pinjaman palsu mereka.
Beberapa minggu yang lalu saya tegang secara finansial dan berkecil hati, saya tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan menggunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman yang sangat andal bernama Ny. Christabel Missan, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar USD100.000 dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau tekanan dan tingkat bunganya hanya 2%,
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya kirimkan dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji untuk membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman dalam bentuk apa pun, silakan hubungi dia melalui email nyata: christabelloancompany@gmail.com dan dengan rahmat Tuhan ia tidak akan mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda patuh.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: liliyanabasuki@gmail.com dan Sety diperkenalkan dan berbicara tentang Ny. Christabel, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ny. Christabel, Anda juga dapat menghubunginya melalui email: permatabudiwati@gmail.com dan Anda juga dapat menghubungi Dian Pelangi yang memperkenalkan kami lianmeylad@gmail.com, yang akan saya lakukan adalah mencoba memenuhi pembayaran pinjaman saya yang saya kirim langsung ke akun mereka setiap bulan
Saya akan menyarankan semua orang yang membutuhkan pinjaman untuk menghubungi Ms. Christabel email Missan: (christabelloancompany@gmail.com) dan saya jamin
Anda juga dapat menghubungi nomor kontak +1(561)491-6019 ibu whatsapp
Untuk pertanyaan, silakan Christabelcare - Pusat Layanan Pelanggan 24/7 kami +19177461022
Anda juga dapat menghubungi email Christabel Customer Care di customerervicechristabelloan@gmail.com.
Sepatah kata cukup untuk orang bijak dari Indonesia dan Malaysia