Sabtu, 24 Oktober 2015

Pendahuluan Etika Sebagai Tinjauan

BAB 1

Pendahuluan Etika Sebagai Tinjauan

1.            Pengertian Etika
Menurut Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995)  Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”.
Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya.
a.       Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia.
b.      Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak.
Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma agama, norma moral dan norma sopan santun.
a.       Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan
b.      Norma agama berasal dari agama
c.       Norma moral berasal dari suara batin.
d.      Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari etika

2.            Prinsip-prinsip Etika
Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum Masehi para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah mengidentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan penting etika, yaitu keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran.
a)      Prinsip Keindahan.Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
b)      Prinsip Persamaan.Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar apapun.
c)      Prinsip Kebaikan. Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat- menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi masyarakat.
d)     Prinsip Keadilan. Pengertian keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.
e)      Prinsip Kebebasan. Kebebasan dapat diartikan sebagai keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan dan hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan harus diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan yang semena-mena kepada orang lain.
f)       Prinsip Kebenaran. Kebenaran biasanya digunakan dalam logika keilmuan yang muncul dari hasil pemikiran yang logis/rasional. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh individu dan masyarakat. Tidak setiap kebenaran dapat diterima sebagai suatu kebenaran apabila belum dapat dibuktikan.Semua prinsip yang telah diuraikan itu merupakan prasyarat dasar dalam pengembangan nilai-nilai etika atau kode etik dalam hubungan antarindividu, individu dengan masyarakat, dengan pemerintah, dan sebagainya. Etika yang disusun sebagai aturan hukum yang akan mengatur kehidupan manusia, masyarakat, organisasi, instansi pemerintah, dan pegawai harus benar-benar dapat menjamin terciptanya keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran bagi setiap orang.

3.            Basis Teori Etika
a.       Etika Teleologi
Di dalam etika teleology terdapa dua aliran etika teleologi yang harus dipahami yaitu
a)      Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
b)      Utilitarianisme
Kata utilitarianisme berasal dari bahasa latin yaitu utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja  satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.
b.      Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata  Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban. ‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab : ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban  kita dan karena perbuatan kedua dilarang yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban.Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.
c.       Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi  baik buruknya  suatu perbuatan atau perilaku. Teori Hak merupakan suatu aspek  dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama.Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
d.      Teori Keutamaan (Virtue)
Memandang  sikap atau akhlak seseorang tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati dan sebagainya.Keutamaan bisa didefinisikan  sebagai berikut : disposisi watak  yang telah diperoleh  seseorang dan memungkinkan  dia untuk bertingkah laku baik secara moral.

4.           Egoism
Kata egoisme merupakan istilah yang berasal dari bahasa Latin yakni ego, yang berasal dari kata Yunani kuno yang masih digunakan dalam bahasa Yunani modern yang berarti diri atau saya, dan kata isme, digunakan untuk menunjukkan sistem kepercayaannya.
Egoisme adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, dan umumnya memiliki pendapat untuk meningkatkan citra pribadi seseorang dan pentingnya intelektual, fisik, sosial dan lainnya. Egoisme ini tidak memandang kepedulian terhadap orang lain maupun orang banyak pada umumnya dan hanya memikirkan diri sendiri.Inti pandangan dari Egoisme yaitu tindakan dari setiap orang pada dasarnya adalah untuk mengejar kepentingan pirbadi dan memajukan dirinya sendiri. Aristoteles berpenapat bahwa tujuan hidup dan tindakan setiap manusia adalah untuk mengejar kebahagiannya. Egoisme dianggap bermoral dan etis karena kebahagiaan dan kepentingan pribadi dalam bentuk hidup, hak, dan keamanan secara moral dianggap baik dan pantas untuk diupayakan dan dipertahankan.






Sumber :























Kasus BAB 1

Kasus pelanggaran Standar Profesional Akuntan PublikKasus pelanggaran Standar Profesional Akuntan Publik kembali muncul. Menteri Keuangan pun memberi sanksi pembekuan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawatimembekukan izin Akuntan Publik (AP) Drs. Petrus Mitra Winata dari Kantor Akuntan Publik(KAP) Drs. Mitra Winata dan Rekan selama dua tahun, terhitung sejak 15 Maret 2007.Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan Samsuar Said dalam siaran persyang diterima Hukumonline, Selasa (27/3), menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikankarena akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional AkuntanPublik (SPAP).Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT MuzatekJaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum denganmelakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencanadan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004.Selama izinnya dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit umum,review, audit kinerja dan audit khusus. Yang bersangkutan juga dilarang menjadi pemimpin rekan atau pemimpin cabang KAP, namun dia tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yangtelah diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan ProfesionalBerkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu tersebut sesuai dengan KeputusanMenkeu Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubahdengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003.Analisa :Dalam kasus tersebut, sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan publik tersebutmelakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Berdasarkanetika profesi akuntansi, auditor tersebut telah melanggar prinsip keempat, yaitu prinsipobjektivitas. Dimana setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturankepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT MuzatekJaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Drs. Petrus Mitra Winata.Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umumdengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur ArthaKencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004.Sebagai seorang akuntan publik, Drs. Petrus Mitra Winata seharusnya mematuhi StandarProfesi Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku. Ketika memang dia harus melakukan jasaaudit, maka audit yang dilakukan pun harus sesuai dengan Standar Auditing (SA) dalamSPAP.Penelitian terhadap perilaku akuntan telah banyak dilakukan baik di luar negeri maupun diIndonesia. Penelitian ini dipicu dengan semakin banyaknya pelanggaran etika yang terjadi.Dari kondisi tersebut banyak peneliti yang ingin mencari tahu mengenai “faktor–faktor apasaja yang menjadi penentu atau mempengaruhi pengambilan keputusan tidak etis atau pelanggaran terhadap etika.Trevino (1990) menyatakan bahwa terdapat dua pandangan mengenai factor-faktor yangmempengaruhi tindakan tidak etis yang dibuat oleh seorang individu. Pertama, pandanganyang berpendapat bahwa tindakan atau pengambilan keputusan tidak etis lebih dipengaruhioleh karakter moral individu. Kedua, tindakan tidak etis lebih dipengaruhi oleh lingkungan,misalnya sistem reward dan punishment perusahaah, iklim kerja organisasi dan sosialisasikode etik profesi oleh organisasi dimana individu tersebut bekerja.Sementara Volker menyatakan bahwa para akuntan profesional cenderung mengabaikan persoalan etika dan moral bilamana menemukan masalah yang bersifat teknis, artinya bahwa para akuntan profesional cenderung berperilaku tidak bermoral apabila dihadapkan dengansuatu persoalan akuntansi.Selain itu Finn Etal juga menyatakan bahwa akuntan seringkali dihadapkan pada situasiadanya dilema yang menyebabkan dan memungkinkan akuntan tidak dapat independen.Akuntan diminta untuk teta independen dari klien, tetapi pada saat yang sama kebutuhanmereka tergantung kepada klien karena fee yang diterimanya, sehingga seringkali akuntan berada dalam situasi dilematis. Hal ini akan berlanjut jika hasil temuan auditor tidak sesuaidengan harapan klien, sehingga menimbulkan konflik audit. Konflik audit ini akan berkembang menjadi sebuah dilema etika ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang bertentangan dengan independensi dan integritasnya dengan imbalan ekonomis yangmungkin terjadi atau tekanan di sisi lainnya.Situasi dilematis sebagaimana yang digambarkan di atas adalah situasi yang sangat seringdihadapi oleh auditor. Situasi demikianlah yang menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadaetika dan sangat wajarlah apabila ketika para pemakai laporan keuangan seperti investor dan kreditur mulai mempertanyakan kembali eksistensi akuntan sebagai pihak independen yangmenilai kewajaran laporan keuangan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar