BAB 2
Perilaku Etika dalam Bisnis
1.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi
Perilaku Etika
Etika bisnis merupakan suatu
rangkaian prinsip/aturan/norma yang harus diikuti apabila menjalankan
bisnis. Etika sebagai norma dalam suatu kelompok bisnis akan dapat menjadi
pengingat anggota bisnis satu dengan lainnya mengenai suatu tindakan yang
terpuji (good conduct) yang selalu harus dipatuhi dan dilaksanakan. Etika
didalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam
lingkungan bisnis yang terkait tersebut.
Etika bisnis terkait dengan masalah
penilaian terhadap kegiatan dan perilaku bisnis yang mengacu pada kebenaran
atau kejujuran berusaha (bisnis). Kebenaran disini yang dimaksud adalah etika
standar yang secara umum dapat diterima dan diakui prinsip-prinsipnya baik oleh
masyarakat, perusahaan dan individu. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang
baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan
berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan
dengan hukum dan peraturan yang berlaku.untuk terciptanya etika didalam bisnis
yang sesuai dengan budi pekerti luhur, ada beberapa yang perlu diperhatikan,
antara lain :
a) Pengendalian
diri
b) Pengembangan
tenggung jawab sosial
c) Mempertahankan
jati diri
d) Menciptakan
persaingan yang sehat
e) Menerapkan
konsep pembangunan yang berkelanjutan.
Adapun hal-hal yang perlu dihindari
agar terciptanya etika didalam bisnis yang baik yaitu menghindari sikap 5K :
a) Katabelece
b) Kongkalikong
c) Koneksi
d) Kolusi,
dan
e) Komisi
2.
Kesaling t-tergantungan antara bisnis
dan masyarakat
Perusahaan yang merupakan suatu
lingkungan bisnis juga sebuah organisasi yang memiliki struktur yag cukup jelas
dalam pengelolaannya. ada banyak interaksi antar pribadi maupun institusi yang
terlibat di dalamnya. Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan
terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi. baik di dalam tataran
manajemen ataupun personal dalam setiap tim maupun hubungan perusahaan dengan
lingkungan sekitar. untuk itu etika ternyata diperlukan sebagai kontrol akan
kebijakan, demi kepentingan perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu kewajiban
perusahaan adalah mengejar berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat.
Berikut adalah beberapa hubungan kesaling tergantungan antara bisnis dengan
masyarakat.
1) Hubungan
antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan antara bisnis dengan langgananya adalah
hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga
etika pergaulanya secara baik. Adapun pergaulannya dengan langganan ini dapat
disebut disini misalnya saja :
Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit
untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya. Bungkus
atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya, Pemberian
servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi
suatu bisnis.
2) Hubungan
dengan karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk
memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan
karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni :
Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat,
Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK
(pemutusan hubungan kerja).
3) Hubungan
antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan
yang satu dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara
perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun
distributor.
4) Hubungan
dengan Investor
Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan
terutama yang akan atau telah “go publik” harus menjaga pemberian informasi
yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon
investornya. prospek perusahan yang go public tersebut. Jangan sampai
terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap informasi terhadap hal ini.
5) Hubungan
dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan dengan lembaga-lembaga
keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat
finansial.
3.
Kepedulian pelaku bisnis terhadap etika
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli
dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan
memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh
kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga
yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan
kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk
meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku
bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab
terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk
kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan,
kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll. Dalam menciptakan etika bisnis,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah
a) Pengendalian
diri Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu
mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari
siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak
mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan
menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan
menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi
pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat
sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.
b) Pengembangan
tanggung jawab sosial (social responsibility). Pelaku bisnis disini
dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk
“uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk
menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus
menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan
excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan
sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
c) Mempertahankan
jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi Bukan berarti etika bisnis anti
perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus
dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak
kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan
teknologi.
d) Menciptakan
persaingan yang sehat. Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk
meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan
yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku
bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya
perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan
sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan
yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
e) Menerapkan
konsep “pembangunan berkelanjutan” Dunia bisnis seharusnya tidak
memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan
bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis
dituntut tidak meng-”ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang
semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang
walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
f) Menghindari
sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)Jika pelaku
bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi
lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan
curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa
dan negara.
g) Mampu
menyatakan yang benar itu benar Artinya, kalau pelaku bisnis itu
memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan
tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta
melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk
mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
4.
Perkembangan dalam etika bisnis
Perkembangan etika
bisnis menurut Bertens (2000) :
a) Situasi
Dahulu Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani
lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam
negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus
diatur.
b) Masa
Peralihan: tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di
Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan
terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia
pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam
kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas
adalah corporate social responsibility.
c) Etika
Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam
memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap
sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia
bisnis di AS.
d) Etika
Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu
baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan
antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European
Business Ethics Network (EBEN).
e) Etika
Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia
Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan
International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28
Juli 1996 di Tokyo.
5.
Etika bisnis dalam akuntan
Setiap profesi
yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari
masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan
publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu
tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota
profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional
bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan
Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan
terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia.
Akuntan publik
adalah akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan publik, yang menyediakan
berbagai jenis jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu
auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa konsultansi. Auditor
independen adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit atas laporan
keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang
tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia dijabarkan ke dalam Etika Kompartemen Akuntan Publik untuk mengatur
perilaku akuntan yang menjadi anggota IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan
publik.
Sumber
:
Kasus BAB 2
Kasus pelanggaran yang dilakukan
oleh PT Gudang Garam (Tbk)
Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) Pusat berdasarkan tugas dan kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang
No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), pengaduan masyarakat,
pemantauan dan hasil analisis telah menemukan pelanggaran Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia
Tahun 2012 pada Program Siaran Iklan Niaga rokok “Gudang Garam” yang
ditayangkan oleh stasiun TV One pada tanggal 10 Mei 2014 pada pukul 19.43 WIB.
Program tersebut menampilkan iklan
rokok di bawah pukul 21.30. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai
pelanggaran terhadap perlindungan kepada anak-anak dan remaja serta larangan
dan pembatasan muatan rokok. KPI Pusat memutuskan bahwa tindakan penayangan
tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia
Tahun 2012 Pasal 14 dan Pasal 43 serta Standar Program Siaran
Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 15 ayat (1), Pasal 58 ayat (1) dan
Pasal 59 ayat (1). Menurut catatan KPI Pusat, program ini telah menerima Surat
Teguran Tertulis Pertama No.953/K/KPI/05/14 tertanggal 5 Mei 2014. Berdasarkan
pelanggaran di atas KPI Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi administratif
Teguran Tertulis Kedua. Atas pelanggaran ini KPI Pusat akan terus melakukan
pemantauan dan meningkatkan sanksi yang lebih berat jika tetap melanggar
ketentuan jam tayang iklan rokok. Sesuai dengan PP Nomor 50 Tahun 2005 tentang
Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta, penayangan iklan rokok disiang hari
jelas melanggar pasal 21 ayat (3) Iklan Rokok pada lembaga penyelenggara
penyiar radio dan televisi hanya dapat disiarkan pada pukul 21.30 sampai dengan
pukul 05.00 waktu setempat dimana lembaga penyiaran tersebut berada. Kemudian
juga sesuai dengan Etika Pariwara Indonesia menyatakan dalam wahana iklan
melalui media televisi, yaitu iklan-iklan rokok dan
produk khusus dewasa (intimate nature) hanya
boleh disiarkan mulai pukul 21.30 hingga
pukul 05.00 waktu setempat.
Solusi untuk
kasus pelanggaran etika dalam bisnis khususnya etika periklanan yang dilakukan
oleh PT Gudang Garam (Tbk), yakni dipasal 57 menyebut Lembaga Penyiaran
Swasta yang menyelenggarakan siaran iklan rokok diluar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 21 ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda
administrasi untuk jasa penyiaran radio paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus
juta rupiah), dan untuk jasa penyiaran televisi paling banyak Rp. 1.000.000.000
(satu milyar rupiah).
Kesimpulan
Berdasarkan inti
uraian pembahasan, yaitu mengenai kasus pelanggaran etika dalam bisnis
khususnya dalam hal etika periklanan yang telah dilakukan oleh PT Gudang Garam
(Tbk) terkait tindakan penayangan tersebut yang telah melanggar Pedoman
Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 14
dan Pasal 43 serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012
Pasal 15 ayat (1), Pasal 58 ayat (1) dan Pasal 59 ayat (1). Sehingga pihak KPI
Pusat melayangkan Surat Teguran Tertulis Pertama No.953/K/KPI/05/14 tertanggal
5 Mei 2014. Yang mana apabila pelaku iklan (PT Gudang Garam (Tbk)) tidak
mengindahkan atau mengabaikannya maka KPI Pusat akan memutuskan menjatuhkan
sanksi administratif Teguran Tertulis Kedua. Atas pelanggaran ini KPI Pusat
akan terus melakukan pemantauan dan meningkatkan sanksi yang lebih berat jika
tetap melanggar ketentuan jam tayang iklan rokok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar